Kenapa mesti tema ini yang harus dibahas disaat masyarakat yang semangat menuntut ilmu? Karena tema inilah yang sekian lama terkubur ditengah-tengah para penuntut ilmu. Berapa banyak orang yang menuntut ilmu agar kelak menjadi ustadz, kiyai atau ulama, hal ini tidak salah, tapi akan menjadi salah jika ilmu didahulukan sebelum adab. Karena urutan adalah sebuah aturan yang harus ditaati dan dilalui. Jika urutan dilanggar maka hasilnya sia-sia.
Diantara orang yang sibuk meuntut ilmu namun lupa akan belajar adab dan akhlak adalah ia mudah menggibah gurunya, tidak hormat pada guru, terlambat ketika menghadiri majelis ilmu. Dan penyakit lainnya yang melanda para penuntut ilmu. Padahal dengan adab yang baik maka ilmu tersebut menjadi berkah. Bagaimana ingin mendapatkan keberkahan ilmu jika adabnya saja tidak diperhatikan. Ilmu tersebut mungkin tidak akan bertahan lama atau tidak akan mendapatkan berkah.
Di zaman keemasannya adab menuntut ilmu sangat diperhatikan oleh para ulama. Misalnya: Datang ke majelis ilmu sebelum pelajaran di mulai bahkan ada yang sampai menginap agar dapat tempat duduk terdepan karena majelis ilmu saat itu sangat ramai. Menghapal beberapa buku (matan/ringkasan isi) sebelum belajar ke ulama. Bahkan beberapa ulama mempersyaratkan jika ingin belajar kepadanya harus hafal dahulu. Misalnya imam Malik yang mempersyaratkan harus hafal kitab hadits yang tebal yaitu Al-Muwattha’. Menjaga suasana belajar dengan fokus dan tidak bermain-main. Misalnya bermain gadget atau HP atau mengobrol dengan temannya. Padahal Al-Qur’an, As-Sunnah dan para ulama sangat memperhatikan akan pentingnya adab sebelum ilmu diantaranya :
Di dalam surat Thaha ayat 11 sampai 14 sangat jelas tentang hal itu, sebelum Allah ta’ala mewahyukan kepada Nabi Musa ‘alaihissalam bahwa Dia Allah yang Tiada Ilah (Tuhan yang berhak disembah dengan benar) selain Dia. Allah ta’ala berfirman kepadanya,
فَاخْلَعْ نَعْلَيْكَ إِنَّكَ بِالْوَادِ الْمُقَدَّسِ طُوًى
“Lepaskan kedua alas kakimu, sesungguhnya engkau sedang berada di lembah suci Tuwa” (QS. Thaha: 12).
Sebelum menerima wahyu, Allah ta’ala mengingatkan Nabi Musa ‘alaihissalam akan sebuah adab, yaitu melepas alas kaki di lembah suci Thuwa. Inilah adab sebelum menerima ilmu.
Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir yang Allah jelaskan dala surat Al-Kahfi. Lihat pula pada keteladanan Jibril ‘alaihissalam saat hadir di majelis Rasulullah, bagaimana berpakaian, berjalan, dan duduk di majelis ilmu. Ini semua mencerminkan betapa pentingnya adab sebelum ilmu. Sehingga para ulama sangat perhatian terhadap adab. Diantara wasiat Luqman kepada anaknya adalah tentang adab berjalan dan berbicara.
Misalnya kisah berikut ini, dikisahkan oleh Ahmad bin Sinan mengenai majelis Abdurrahman bin Mahdi, guru Imam Ahmad, beliau berkata,
كان عبد الرحمن بن مهدي لا يتحدث في مجلسه، ولا يقوم أحد ولا يبرى فيه قلم، ولا يتبسم أحد
“Tidak ada seorangpun berbicara di majelis Abdurrahman bin Mahdi, tidak ada seorangpun yang berdiri, tidak ada seorangpun yang mengasah/meruncingkan pena, tidak ada yang tersenyum.” (Siyaru A’lamin Nubala’ 17/161, Mu’assasah Risalah, Asy-syamilah).
Berikut beberapa kisah dari ulama, mereka menekankan agar belajar adab dahulu baru ilmu. Imam Malik rahimahullahu mengisahkan,
قال مالك: قلت لأمي: “أذهب، فأكتب العلم؟”، فقالت: “تعال، فالبس ثياب العلم”، فألبستني مسمرة، ووضعت الطويلة على رأسي، وعممتني فوقها، ثم قالت: “اذهب، فاكتب الآن”، وكانت تقول: “اذهب إلى ربيعة، فتعلًّمْ من أدبه قبل علمه”
“Aku berkata kepada ibuku, ‘Aku akan pergi untuk belajar.’ Ibuku berkata,‘Kemarilah!, Pakailah pakaian ilmu!’ Lalu ibuku memakaikan aku mismarah (suatu jenis pakaian) dan meletakkan peci di kepalaku, kemudian memakaikan sorban di atas peci itu. Setelah itu dia berpesan, ‘Sekarang, pergilah untuk belajar!’ Dia juga pernah mengatakan, ‘Pergilah kepada Rabi’ah (guru Imam Malik, pen)! Pelajarilah adabnya sebelum engkau pelajari ilmunya!’.” (‘Audatul Hijaab 2/207, Muhammad Ahmad Al-Muqaddam, Dar Ibul Jauzi, Koiro, cet. Ke-1, 1426 H, Asy-Syamilah)
Mari kita pelajari bagaimana para ulama sangat memperhatikan adab sebelum ilmu bahkan mereka pun mengarahkan murid-muridnya untuk mempelajari adab sebelum menggeluti suatu bidang ilmu dan menemukan berbagai macam khilaf ulama. Imam Darul Hijrah, Imam Malik rahimahullah pernah berkata pada seorang pemuda Quraisy,
تعلم الأدب قبل أن تتعلم العلم
“Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.”
Abdullah bin Al-Mubarak Rahimahullah Ta’ala berkata : “Hampir saja adab menjadi dua pertiga ilmu. (Sifatush Shafwah 4/145)
Salah seorang Salaf berkata : “Kita lebih butuh adab yang sedikit dibandingkan ilmu yang banyak”. (Madarijus Salikin 2/376)
Abu Abdillah Sufyan bin Sa’id Ats-Tsaury rahimahullah Ta’ala berkata : “Para Ulama tidak mengizinkan anaknya keluar untuk menuntut ilmu sampai mereka beradab dan beribadah selama duapuluh tahun.
Muhammad bin Sirin Rahimahullah Ta’ala berkata : “Mereka para salafus saleh belajar al-Hadyu (adab) seperti mereka belajar ilmu”. (Al-Khatib Al-Baghdadi dalam Al-Jami dari Malik bin Anas)
Abu Zakariya Yahya bin Muhammad Al-Anbary rahimahullah ta’ala berkata : “Ilmu tanpa adab bagaikan api tanpa kayu, dan adab tanpa ilmu bagaikan jasad tanpa ruh”. (Tadzkiratus Sami wa Mutakallim)
Isa bin hamadah rahimahullah ta’ala berkata : “Saya mendengar Al-Layyits bin Sa’ad berkata; “Sungguh para ahli hadits sangat dimuliakan, ketika aku melihat sesuatu pada diri mereka maka aku berkata; “Kebutuhan kalian pada adab yang sedikit lebih butuh dibandingkan ilmu yang banyak”.
Ibrahim bin Habiib Asy-Syahid Rahimahullah berkata : “Wahai anakku datangilah para ahli fiqih dan ulama, dan belajarlah dari mereka, ambilah adabnya, akhlaknya, karena hal itu lebih aku sukai dibandingkan hadits yang banyak”. (Al-Jami’ Liakhlakir Rawi 1/80)
Kenapa sampai para ulama mendahulukan mempelajari adab? Sebagaimana Yusuf bin Al Husain berkata,
بِالأَدَبِ تَفْهَمُ الْعِلْمَ
“Dengan mempelajari adab, maka engkau jadi mudah memahami ilmu
Ibnul Mubarok berkata,
تعلمنا الأدب ثلاثين عاماً، وتعلمنا العلم عشرين
“Kami mempelajari masalah adab itu selama 30 tahun sedangkan kami mempelajari ilmu selama 20 tahun.”
Ibnu Sirin berkata,
كانوا يتعلمون الهديَ كما يتعلمون العلم
“Mereka –para ulama– dahulu mempelajari petunjuk (adab) sebagaimana mereka mempelajari ilmu.
Dalam Siyar A’lamin Nubala’ karya Adz Dzahabi disebutkan bahwa ‘Abdullah bin Wahab berkata,
مَا نَقَلْنَا مِنْ أَدَبِ مَالِكٍ، أَكْثَرُ مِمَّا تَعْلَّمْنَا مِنْ عِلْمِهِ
“Yang kami nukil dari (Imam) Malik lebih banyak dalam hal adab dibanding ilmunya.”
Lihatlah doa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam supaya dianugerahi akhlak yang mulia,
اللَّهُمَّ اهْدِنِى لأَحْسَنِ الأَخْلاَقِ لاَ يَهْدِى لأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ وَاصْرِفْ عَنِّى سَيِّئَهَا لاَ يَصْرِفُ عَنِّى سَيِّئَهَا إِلاَّ أَنْتَ
“Ya Allah, tunjukilah padaku akhlak yang baik, tidak ada yang dapat menunjukinya kecuali Engkau. Dan palingkanlah kejelekan akhlak dariku, tidak ada yang memalingkannya kecuali Engkau.” (HR. Muslim no. 771, dari ‘Ali bin Abi Tholib)
Berkata Adz-Dzahabi rahimahullahu,
كان يجتمع في مجلس أحمد زهاء خمسة آلاف -أو يزيدون نحو خمس مائة- يكتبون، والباقون يتعلمون منه حسن الأدب والسمت
“Yang menghadiri majelis Imam Ahmad ada sekitar 5000 orang atau lebih. 500 orang menulis [pelajaran] sedangkan sisanya hanya mengambil contoh keluhuran adab dan kepribadiannya.” (Siyaru A’lamin Nubala’ 21/373, Mu’assasah Risalah, Asy-syamilah).
Mari kita perbaiki adab kita dalam menuntut ilmu dan mengikhlaskannya kepada Allah.
Diantara adab yang mesti diperhatikan sebelum menuntut ilmu adalah :
- Mempelajari adab kepada Allah dan Rasul-Nya. Serta cinta kepada kedua-Nya melebihi cinta kepada yang lain.
- Ikhlas dalam menuntut ilmu dan menjauhkan diri dari sifat riya dan sum’ah.
- Menapaki jalan para ulama salaf dan menjahukan diri dari perangkap ahlul hawa dan syahwat.
- Senantiasa menghadirkan pengawasan Allah
- Melepaskan kesombongan
- Mencari guru yang dikenal keshalihannya
- Membaca kehidupan ulama dalam menuntut ilmu
- Sabar dan istiqomah.
- Dan yang lainnya.
Jika kita sudah mengetahui keutamaan adab sebelum ilmu, maka hendaknya para penuntut ilmu dan para guru untuk memperhatikan hal ini dan mengamalkannya. Semoga ilmu kita bermanfaat. Aamiin.
(Disadur dari berbagai sumber).