Dari Abu Hurairah –radhiallahu ‘anhu-, ia berkata: “Seorang laki-laki berkata: ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya perempuan itu, disebutkan sangat rajin ibadahnya, hanya saja dia menyakiti tetangganya dengan lisannya,’ maka beliau bersabda:
هِيَ فِي النَّارِ.
‘Dia di neraka.’
Laki-laki itu berkata: ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya perempuan ini, disebutkan bahwa ia jarang ibadahnya, hanya saja dia tidak menyakiti tetangganya dengan lisannya.’ Lalu beliau bersabda:
هِيَ فِي الْجَنَّةِ.
‘Dia di surga.’”[1]
Imam Ibnul Jauzy (wafat tahun 597 H) –rahimahullah- mengatakan:
“Ketahuilah bahwa pintu terbesar yang dimasuki Iblis terhadap manusia adalah kebodohan. Maka dia masuk darinya kepada orang-orang bodoh dengan aman. Adapun orang berilmu maka Iblis tidak masuk kepadanya kecuali dengan mencuri-curi (kesempatan). Dan Sungguh Iblis telah menipu kebanyakan ahli ibadah disebabkan sedikitnya ilmu mereka; karena kebanyakan mereka sibuk dengan ibadah dan tidak memahami ilmu.
Jadi langkah yang pertama kali dia jadikan untuk menipu mereka adalah mendahulukan ibadah dari ilmu. Padahal ilmu lebih utama dari ibadah sunnah, maka Iblis memperlihatkan kepada mereka bahwa inti yang dimaksud dari ilmu adalah amal. (Sangat disayangkan) mereka tidak memahami dari ilmu kecuali hanya ilmu anggota badan saja, dan mereka tidak tahu bahwa perbuatan hati termasuk amal, bahkan amalan hati lebih utama dari amalan anggota badan.”[2]
“Maka semakin sedikit ilmu seseorang; semakin banyak peluang Iblis menggodanya, dan semakin banyak ilmunya; semakin sedikit peluang dia untuk menggodanya.”[3]
[1] Diriwayatkan oleh Ahmad (2/ 440), dishahihkan oleh Syaikh al-Albany –rahimahullah– di dalam Shahihut Targhib (2560).
[2] al-Muntaqan Nafiis min Talbiis Iblis, hal. 133.
[3] Ibid, hal. 433.