- Berdo’a kepada Allah dengan jujur dan ikhlash agar diberikan pertolongan untuk menghafal Al-Qur’an dan dengan tujuan hanya untuk mencari keridhaan Allah baik dalam beramal dan berilmu.
- Menghapal Al-Qur’an dan beramal dengannya akan menambah ketinggian derajat. Nabi bersabda:
إِنَّ اللهَ يَرْفَعُ بِهذَا اْلِكتَابَ أَقْوَامًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِيْنَ
“Sesunguhnya Allah mengangkat derajat beberapa kaum dengan Al-Qur’an ini dan merendahkan yang lain”.[1]
- Menjauhi kesibukan yang menjauhkan dirinya dari memperoleh ilmu secara sempurna.
- Memperoleh hafalan Al-Qur’an dengan cara talaqqi [2]
- Waspada terhadap rasa putus asa yang mungkin mneyelimuti hati karena masa panjang yang dilalui untuk menghafal, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya ilmu tersebut didapatkan dengan cara belajar”[3]
- Membaca tafsir untuk ayat yang sedang dihapal.
- Mengkhususkan waktu tertentu untuk membaca dan menghapal.
- Selalu menjaga waktu untuk memperbanyak membaca Al-Qur’an: “Sebab Al-Qur’an lebih mudah terlepas dari onta yang ada pada ikatannya”.
- Membaca Al-Qur’an secara tartil.
- Apabila melewati ayat-ayat rahmat maka ia segera mohon rahmat dan karunia dari Allah, dan jika melewati ayat-ayat azab maka ia segera berlindung kepada Allah darinya, hendaklah ia duduk menghadap kiblat dengan khusyu’, tenang dan berwibawa.
- Dianjurkan membaca Al-Qur’an secara berurutan, apabila melewati ayat yang mengandung sujud tilawah maka disunnahkan baginya untuk bersujud. Apabila seseorang mengucapkan salam kepadanya saat ia membaca Al-Qur’an maka hendaklah ia menjawab salam, lalu berta’awwudz dan menyempurnakan bacaan.
- Membaca apa-apa yang telah dihapal pada saat shalat malam, Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:
إِذَا قَامَ صَاحِبُ اْلقُـرْآنِ فَقَرَأَهُ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ ذَكَـرَهُ وَإِنْ لَمْ يَقُمْ بِهِ نَسِيَهُ
“Apabila seorang yang belajar Al-Qur’an bangun untuk membaca apa yang dihapalnya pada waktu siang dan malam maka ia pasti mengingatnya, dan jika ia tidak melakukannya niscaya akan dilupakannya”.[4]
- Waspada terhadap perbuatan maksiat. Di antara akibatnya adalah terlupanya ilmu dan hapalan.
- Duduk di hadapan guru layaknya seorang murid, tidak mengangkat suara tanpa kebutuhan, tidak ketawa dan banyak bicara atau tidak menoleh ke kanan dan kiri tanpa kebutuhan.
- Tidak memperdengarkan bacaan saat hati sang guru sedang sibuk atau bosan dan bersabar atas kekasaran guru atau keburukan prilakunya. Apabila sang guru berbuat kasar kepadanya maka ia segera meminta maaf.
- Saat mendatangi majelis gurunya, namun ia tidak melihatnya, hendaklah menunggu dan tetap berdiam di pintu. Dan apabila mendapatkan guru sedang sibuk maka ia minta izin untuk tetap menunggu.
- Tidak masuk kepada gurunya tanpa minta izin kecuali jika berada pada tempat yang tidak membutuhkan izin, dan janganlah ia mengganggunya dengan terlalu banyak permintaan izin.
- Merendah dan berakhlaq yang baik terhadap gurunya sekalipun usianya lebih kecil.
- Selalu bersemangat untuk belajar, tidak puas dengan yang sedikit selama ia mampu berusaha memperoleh yang lebih banyak, dan tidak membebani diri dengan sesuatu yang tidak bisa ditanggung oleh dirinya demi mencegah kebosanan dan hilangnya apa yang telah didapatkan.
- Bersikap merendah diri kepada orang-orang shaleh, orang-orang baik dan orang-orang miskin.
- Pembawa dan pelajar Al-Qur’an harus berakhlaq dan berpenampilan yang sempurna, dan menjauhi diri dari segala yang dilarang oleh Al-Qur’an.
- Ibnu Mas’ud berkata: “Seharusnya bagi pembawa Al-Qur’an dikenal (dengan ibadah) malamnya saat manusia tertidur, dan (ibadah) siangnya saat manusia tidak berpuasa, dengan kesedihannya saat manusia dalam kesenanganya, dengan tangisnya saat manusia ketawa, dengan diamnya saat manusia bicara serampangan, dengan kekhusyu’annya saat manusia berbangga diri, maka seharusnya ia menjadi orang yang suka menangis, sedih, bijaksana, alim, tenang, tidak kasar, lalai, berkata kotor, keras dan bersikap keras”[5]
- Menghormati ahlil Qur’an dan tidak menyakiti mereka.
Disadur dari kitab Multaqo al-Adab Asy-Syari’yah secara ringkas
Ust. Abu Rufaydah, Lc. MA. Hafidhohullah
[1] HR. Muslim
[2] Talaqqi adalah memperoleh hapalan dengan cara menyimak langsung dari sang guru.
[3] HR. Daruquthuni.
[4] HR. Muslim Syarhun Nawawi 6/76, Silsilah Hadits Shahihah 597.
[5] Al-Adab Al-Syai’iyah 2/301