Syaikh Az-Zarnuji rahimahullah
Az-Zarnuji rahimahullah adalah ulama dari kalangan madzhab Hanafiyah, lahir di Zurnuj Turkistan yang sekarang disebut dengan Negara Afganistan. Beliau tidak diketahui kapan lahir dan meninggalnya, tetapi ulama sepakat bahwa beliau termasuk ulama pada abad ke 6 H. Sebagian ulama mengatakan beliau lahir pada tahun 591 H, sebagian yang lain 593 H. Yang paling mendekati adalah beliau hidup semasa dengan an-Nu’man ibn Ibrahim az-Zarnuji yang wafat pada tahun 640 H.
Buah karya beliau yang paling terkenal adalah kitab Ta’iim al-Muta’alim Thuruuq at-Ta’allum. Kitab ini sampai saat ini masih menjadi pelajaran pokok dibeberapa pesantren di Indonesia, termasuk penulis sendiri pernah mempelajari kitab tersebut di pesantren. Walaupun di dalamnya ada beberapa hal yang ganjil dan terlalu berlebihan, namun kitab ini memiliki kedudukan di hati kaum muslimin. Tentunya setiap kitab pasti ada kekurangan dan kelebihan. Semoga Allah merahmati Imam al-Muzani, – murid Imam Syafi’i- yang telah berkata:
Seandainya sebuah kitab itu dilihat dan dibaca (berulang-ulang) sebanyak tujuh puluh kali, maka niscaya akan tetap didapati di dalamnya kesalahan, maka Allah tidak menginginkan satupun kitab yang sempurna keshahihannya kecuali kitab-Nya Yang Mulia. (Syaikh Salim ibn Ied al Hilali dalam Muqoddimah kitab Tahdzib Ahlil Iman “Anil Hukmi Bighairi Ma Anzala Rahman, hal 6).
Adapun yang melatar belakangi Syaikh Az-Zarnuji rahimahullah menulis kitab Talim al-Muta’allim Thariiq at-Ta’allum, beliau sampaikan di muqoddimah kitab tersebut. Beliau berkata, “Setelah saya memperhatikan para penuntut ilmu pada zaman kami, dimana mereka telah bersemangat menuntut ilmu, tetapi banyak diantara mereka yang tidak mendapatkan manfaat dari ilmunya. Diantara buah dan manfaat ilmu adalah ia mengamalkan apa yang dia ketahui. Hal ini terjadi karena cara mereka salah dalam menuntut ilmu, dan mereka meninggalkan syarat-syarat mendapatkannya. Karena, barang siapa salah jalan, tentu tersesat dan tidak akan sampai pada tujuan. Oleh karena itu saya ingin menjelaskan kepada mereka cara mendapatkan ilmu yang benar, menurut kitab-kitab yang pernah saya baca dan menurut nasihat-nasihat para guru saya, yang ahli ilmu dan hikmah. Dengan harapa semoga orang-orang yang tulus ikhlas mendo’akan saya sehingga saya mendapatkan keuntungan dan keselamatan di akhirat. Begitu do’a saya dalam shalat istikharah ketika akan menulis kitab ini dan saya namai kitab ini dengan judul Ta’liim al-Muta’allim Thariiq at-Ta’allum.
Kitab ini terdiri dari beberapa pasal, diantaranya;
- Urgensi ilmu dan pemahaman.
- Niat dalam mencari ilmu.
- Cara memilih ilmu, guru, teman dan ketekunan.
- Cara menghormati ilmu dan guru.
- Kesungguhan dalam mencari ilmu, istiqomah dan cita-cita yang luhur.
- Ukuran dan urutannya.
- Tawakkal
- Waktu belajar ilmu.
- Saling mengasihi dan menasehati.
- Cara mengambil faidah ilmu.
- Bersikap wara’ ketika menuntut ilmu.
- Hal-hal yang dapat menguatkan dan melemahkan hafalan.
- Hal-hal yang mempermudah dan menghambat datangnya rizki, hal-hal yang dapat memperpanjang dan mengurangi umur. Tidak ada penolong kecuali Allah, hanya kepada-Nya aku berserah diri, dan kehadirat-Nya aku akan kembali.
Penulis sendiri tidak akan menjelaskan kadnungan kitab diatas secara tuntas, hanya diambil beberapa poin saja yang menurut penulis sangat penting untuk diketahui para penuntut ilmu.
PASAL YANG KE EMPAT :
Menghormati Ilmu dan ahlinya
Ketahuilah, sesungguhnya para pelajar tidak akan memperoleh ilmu dan tidak akan manfaat ilmunya, kecuali memuliakan ilmu, ahlinya, dan hormat kepada guru. Karena ada yang mengatakan bahwa orang-orang yang telah berhasil adalah mereka yang telah memuliakan tiga hal diatas dan orang-orang yang tidak berhasil, karena mereka tidak mau menghormati/memuliakan tiga hal tadi. Ada yang mengatakan bahwa menghormati lebih baik daripada mentaati. Karena manusia tidak dianggap kufur karena bermaksiat, tapi menjadi kufur karena tidak menghormati/memuliakan perintah Allah.
Syaikh az-Zarnuji rahimahullah memberikan nasihat penting kepada para penuntut ilmu cara utama untuk mendapatkannya, yaitu dengan tiga hal diatas. Dan jika ketiga hal di atas tidak terpenuhi makan ilmu yang dicari tidak akan bermanfaat.
Kemudian Syaikh Az-Zarnuji menukil perkataan dari Ali ibn Abi Thalib radhiallahu anhu berkata : “Aku adalah budak orang yang mengajariku walau hanya satu huruf, jika dia mau silahkan menjualku, atau memerdekakanku, atau tetap menjadikan aku sebagai budaknya.
Seorang penyair berkata :
Tidak ada hak yang lebih besar kecuali hak guru dan wajib dijaga oleh setiap orang islam.
Sungguh pantas jika seorang guru yang mengajar, walau hanya satu huruf, diberi hadiah seribu dirham sebagai tanda hormat padanya.
Sebab guru yang mengajarimu satu huruf yang kamu butuhkan dalam islam, dia ibarat bapakmu dalam agama.
Imam Asy-Syairazy rahimahullah berkata : “Guru-guruku berkata, “Barangsiapa yang ingin anak-anaknya menjadi alim, maka harus menghormati para ahli fiqh, memuliakan dan memberi sesuatu kepada mereka. Jika ternyata anaknya tidak menjadi ulama, maka cucunya yang akan menjadi ulama.
Kemudian Syaikh memberikan contoh cara memuliakan guru dengan beberapa hal. Syaikh az-Zarnuji berkata : “Termasuk menghormati guru adalah, hendaknya seorang murid tidak berjalan di depannya, tidak duduk ditempatnya, jika berada dihadapannya, janganlah memulai berbicara, kecuali ada izin darinya. Hendaknya tidak banyak bicara di hadapan guru. Tidak bertanya sesuatu bila guru sedang lelah/bosen. Memperhatikan waktu dan jangan mengetuk pintu rumahnya, tapi sebaliknya menunggu sampai beliau keluar.
Alhasil, seorang murid harus mencari kerelaan dan keridhaan hati guru, harus menjauhi hal-hal yang menyebabkan ia murka, mematuhi perintahnya jika tidak bermaksiat kepada Allah, karena tidak ada keta’atan kepada makhluk untuk bermaksiat kepada Allah. Termasuk menghormati guru adalah menghormati abak-anaknya dan yang ada hubungan kerabat dengannya.
Syaikhul Islam Burhanuddin penulis kitab al-Hidayah berkata : Aku mendapatkan kedudukan ini karena aku menghormati guruku, Abi Yazid Addabusi. Aku selalu melayani beiau, memasak makananya, dan aku tak pernak ikut makan bersamanya.
Oleh karena itu seorang murid tidak boleh menyakiti gurnya, karena belajar dan imunya tidak akan diberi keberkahan. Seorang penyair berkata :
Sungguh guru dan dokter keduanya tidak akan menasehati, kecuali bila dimuliakan.
Maka rasakan penyakitmu jika kamu membantah para dokter, dan terimalah kebodohan bila kamu membangkang pada guru
Dikisahkan bahwa khalifah Harun ar-Rasyid rahimahullah mengirimkan putranya kepada Ashmu’I rahimahullah supaya diajari ilmu dan akhlak yang terpuji. Kemudian pada suatu hari Harun ar-Rasyid melihat Asymu’I sedang wudhu membasuh kakinya dengan air yang dituangkan oleh putra khalifah. Melihat pemandangan seperti itu, Harun ar-Rasyid berkata, “Aku kirim anakku kepadamu supaya kamu mengajarinya ilmu dan adab lalu kenapa tidak kamu perintah dia untuk menuangkan air dengan tangan kirinya supaya tangan kanannya bisa membasuh kakimu ?
Berikut ini saya sertakan kata-kata mutara dari para ulama yang mencerminkan betapa mereka sangat memuliakan gurunya.
Nasihat Imam Asy-Syafi’I Rahimahullah Ta’ala
اِصْبِرْ عَلَى مُرِّ الجَفَا مِنْ مُعَلِّمٍ فَإنَّ رُسُوبَ العِلْمِ فِي نَفَرَاتِهِ
وَمَنْ لَمْ يَذُقّ مُرَّ التَعَلُّمِ سَاعَةً تَجَرَّعَ نُلَّ الجَهْلِ طُوْلَ حَيَاتِهِ
وَمَنْ فَاتَهُ التَّعْلِيمُ وَقْتَ شَبَابِهِ فَكَبِّرْ عَلَيْهِ أَرْبَعاً لِوَفَاتِهِ
وَذَاتُ الْفَتَى ـ وَاللَّهِ ـ بِالْعِلْمِ وَالتُّقَى إِذَا لَمْ يَكُونَا لَا اعْتِبَارَ لِذَاتِهِ
Bersabarlah atas pedihnya kekerasan seorang guru
Sungguh, kegagalan ilmu jika menjauhinya
Dan barangsiapa yang tidak merasakan pedihnya belajar sesaat
Akan menelan hinanya kebodohan sepanjang hidupnya
Dan barangsiapa hilang (waktunya) menuntut ilmu di waktu muda
Maka bertakbirlah empat kali atas kematiannya.
Demi Allah hakekat seorang pemuda adalah dengan ilmu dan takwa.
Bila keduanya tidak ada maka tidak ada anggapan baginya.
(Diwan Al-Imam Asy-Syafi’i, hal. 29)
Dan telah berkata Al-Imam Asy-Syafi’I rahimahullah Ta’ala,
لاَ يَطْلُبُ أَحَدٌ هَذَا العِلْم بِالْمِلْكِ وَعِزِّ النَفْسِ فَيَفْلُحُ، وَلَكِنْ مَن طَلَبَهُ بِذُلِّ النَّفْسِ وَضِيْقِ الْعِيشِ وَخِدْمَةِ الْعُلَمَاءِ أَفْلَحَ
“Tak seorang pun yang menuntut ilmu dengan kekuasaan dan kemuliaan diri kemudian berhasil. Akan tetapi mencarinya dengan kehinaan diri, kesusahan hidup, dan berkhidmat kepada para ulama. Maka dialah yang akan berhasil.” (Ibnu Taimiyah, Majmu’ Al-Fatawa: 1/35)
Berkata Ar-Rabi’ ibn Sulaiman rahimahullah, teman sekaligus murid Asy-Syafi’I rahimahullah yang terkenal,
وَاللهِ مَا اجْتَرَأْتُ أَنْ أَشْرَبَ الْمَاءَ وَالشَّافِعِيُ يَنْظُرُ إِلَيَّ هَيْبَةً لَهُ
“Demi Allah, aku tidak berani meminum air dalam keadaan Asy-Syafi’i melihatku karena segan kepadanya.”
Dan banyak dari kalangan salaf berkata,
مَا صَلَّيْتُ إِلَّا وَدَعَيْتُ لِوَاِلدَي وَلِمَشَايْخِي جَمِيعاً
“Tidaklah aku mengerjakan sholat kecuali aku pasti mendoakan kedua orang tuaku dan masyayikhku semuanya.” (adz-Dzahabi, Siar A’lam an-Nubalaa, jilid. 10, hal. 82).
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah,
وَإِذَا كَانَ الرَجُلُ قَدْ عَلَّمَهُ أُسْتَاٌذ؛ عَرَفَ قَدْرَ إِحْسَانِهِ إِلَيْهِ وَشُكْرِهِ
“Dan jika seseorang telah diajari oleh seorang guru, dia akan tahu kadar kebaikannya dan berterima kasih kepadanya (atas jasa yang telah diberikan -pent).” (Majmu’ Al-Fatawa: 28/17).
Abu Hanifah rahimahullah berkata:
قال أبو حنيفة رحمه الله: (ما صليت صلاة منذ مات حماد –بن أبي سليمان، شيخه– إلاَّ استغفرت له مع والديَّ، وإني لاستغفر لمن تعلمت منه علماً أو علمته علماً) (تهذيب الأسماء واللغات للنووي جـ2/218)
“Tidaklah aku shalat setelah Hammad Abu Sulaiman meninggal kecuali aku memohon ampunan untuknya dan untuk orang tuaku, dan aku memohonkan ampunan untuk yang mengajariku ilmu juga untuk yang aku ajarkan. (Imam Nawawi, Tahdzib al-Asma wa al-Lughat, juz 2 hal. 218).
Telah berkata Abu Yusuf al-Qadhi, murid dari Abu Hanifah,
وقال أبو يوسف القاضي، تلميذ أبي حنيفة رحمهما الله: (إني لأدعو لأبي حنيفة قبل أبويَّ، وسمعت أبا حنيفة يقول: إني لأدعو لحماد مع والديَّ)
“Sesungguhnya aku mendo’akan Abu Hanifah sebelum kedua orang tuaku, dan aku mendengar Abu Hanifah mendo’akan Hamad bersama kedua orang tuaku”. (Imam Nawawi, Tahdzib al-Asma wa al-Lughat, juz 2 hal. 219).
Imam Ahmad berkata tentang gurunya yaitu Imam Syafi’i
وقال أحمد بن حنبل عن شيخه واستاذه الشافعي رحمهما الله: (الشافعي من أحباب قلبي، وقد باينا وبيناه، ما رأينا منه إلاَّ خيراً وكان شديد الاتباع للسنن) (طبقات الحنابلة لأبي يعلى جـ2/289، وكان يدعو له وقت السحر مع والديه).
“Asy-Asyafi’I adalah yang paling aku cintai, tidaklah aku lihat darinya kecuali kebaikan dan beliau seorang pengikut sunnah Nabi (Abu Ya’la, Thabaqaat al-Hanaabilah, juz 2 hal, 289).
قال عبدالله بن الإمام أحمد: قلت لأبي: (أي رجل كان الشافعي، فإني سمعتك تكثر من الدعاء له؟، فقال: يا بني كان الشافعي كالشمس للدنيا، وكالعافية للناس، فانظر! هل لهذين من خلف، أو عنهما من عوض) (السير جـ10/45).
Abdullah ibn Imam Ahmad ibn Hanbal berkata kepada ayahnya, “Adalah asy-Syafi’I yang aku senantiasa mendengarkanmu banyak berdo’a untuknya ? Imam Ahmad menjawab, “Wahai anakkua, Imam Syafi’I laksana matahari untuk bulan, dan seperti kesehatan bagi manusia, maka lihatlah! Apakah keduanya ada penggantinya ? (Adz-Dzahabi, Siar A’lam an-Nubalaa, juz 10, hal. 45).
قال إسحاق بن راهويه: (كل ليلة إلاَّ وأنا أدعو فيها لمن كتب عني، ولمن كتبنا عنه) (فتح المغيث جـ3/ 301).
Ishaq ibn Rahawaih rahimahullah berkata; “Setiap malam, aku mendo’akan mendo’akan orang yang menulis tantang diriku, dan apa yang aku tulis tentangnya. (Fathul Mughits, jilid 3, hal. 301).
وقال الحارث بن سُريج: (سمعت يحي القطان يقول: أنا أدعو الله للشافعي، أخصه به)
Al-Harits ibn Suraij rahimahullah berkata : “Aku mendengar Yahya al-Qoththan berkata; Aku mendo’akan asy-Syafi’I dan mengkhususkan do’a untuknya”.
- وقال الإمام أحمد: (ما بت منذ ثلاثين سنة إلاَّ وأنا ادعو للشافعي، واستغفر له)
Imam Ahmad ibn Hanbal rahimahullah berkata ; “Tidaklah aku tinggal selama tiga puluh tahun kecuali mendo’akan Imam Syafi’I dan memohon ampunan untuknya.
Sudaraku, sebesar apapun kesalahan guru-guru kita, mereka tetap adalah orang yang berjasa kepada kita. Jangan tinggalkan lantunan do’a-do’a terbaik kita di tempat dan waktu yang mustajab. Semoga apa yang telah guru kita ajarkan menjadi pemberat timbangan mereka dikhirat. Aamiin
Dari muridmu,
Abu Rufaydah Endang Hermawan